Thursday, October 8, 2015

DASAR-DASAR KEAMANAN BEKERJA DI LABORATORIUM

Laboratorium adalah tempat untuk melakukan eksperimen atau penelitian atau pemeriksaan untuk menunjang penegakan diagnosis penyakit tertentu (laboratorium diagnostik). Prosedur kerja di laboratorium harus dipahami dengan baik untuk menghindari risiko cidera, kontaminasi infeksi atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Oleh karena itu, prinsip kemanan (safety) kerja di laboratorium perlu diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh semua pihak yang bekerja di laboratorium demi keselamatan bersama. Keamanan kerja di laboratorium sangat penting diperhatikan, misalnya di laboratorium mikrobiologi, untuk menghindari kemungkinan kontaminasi infeksi. Meskipun mikroorganisme di laboratorium mikrobiologi yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran di fakultas kedokteran merupakan mikroorganisme yang tidak membahayakan bagi kesehatan manusia (non patogen), namun banyak tipe mikroorganisme yang potensial bersifat patogenik; artinya, mikroorganisme tersebut tidak akan menimbulkan penyakit infeksi pada individu yang sehat tetapi dapat menimbulkan infeksi misalnya jika dalam jumlah besar mengenai individu yang compromised,misalnya melalui kulit yang terluka. Badan kesehatan dunia (WHO: world health organization) telah memberikan pedoman kemanan dan keselamatan kerja di laboratorium. Menurut WHO, terdapat 4 kelompok mikroorganisme yakni: 1. Kelompok mikroorganisme yang tidak mungkin atau sangat rendah kemungkinannya menimbulkan penyakit pada hewan atau manusia. Jadi, tidak ada risiko atau risiko rendah untuk individu maupun masyarakat. 2. Kelompok patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada hewan atau manusia namun tidak membahayakan bagi pekerja laboratorium, masyarakat atau lingkungan. Jika terpapar patogen ini di laboratorium bisa menimbulkan infeksi serius namun infeksi ini dapat dicegah dan diobati secara efektif serta penyebaran atau penularan infeksi sangat minimal. Jadi, mikroorganisme ini mempunyai risiko sedang untuk individu dan risiko rendah untuk komunitas. 3. Kelompok mikroorganisme yang biasanya dapat menimbulkan infeksi serius pada individu namun biasanya tidak menyebar dari satu pasien ke orang lain. Tersedia tindakan pencegahan dan pengobatan yang efektif terhadap infeksi akibat patogen kelompok ini. Jadi, mikrooganisme ini mempunyai risiko tinggi untuk individu namun risiko rendah untuk masyarakat. 4. Kelompok mikroorganisme yang biasanya menimbulkan infeksi pada individu maupun masyarakat serta dengan mudah ditularkan dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan pencegahan dan pengobatan yang efektif tidak tersedia. Jadi, risiko tinggi baik untuk individu dan masyarakat. Pengelompokan jenis mikroorganisme tersebut berhubungan dengan tingkat keamanan di laboratorium atau biosafety level yang diperlukan. Oleh karena itu, laboratorium dikelompokkan menjadi 4 kelompok yakni laboratorium dengan biosafety level 1 (BSL1), BSL2, BSL3 dan BSL4. Pengelompokan tersebut berdasarkan peruntukan dan fasilitas yang terdapat di laboratorium, terutama fasilitas atau perlengkapan untuk keselamatan (safety equipment). Laboratorium BSL1: standar sesuai dengan standard laboratorium mikrobiologi, tidak memerlukan peralatan untuk pengendalian infeksi secara khusus (containment equipment). Laboratorium BSL2: seperti BSL1 ditambah persyaratan seperti tersedianya peralatan dekontaminasi limbah infeksius, adanya tanda ‘biohazard’, dan akses ke laboratorium yang terbatas (tidak boleh sembarang orang masuk), serta tersedia peralatan untuk pengendalian infeksi. Laboratorium BSL3: BSL2 ditambah persyaratan baju laboratorium yang khusus dan peralatan pengendalian infeksi lebih lengkap Laboratorium BSL4: memerlukan persyaratan perlengkapan pengendalian infeksi secara maksimal, semua limbah harus sudah didekontaminasi sebelum keluar dari laboratorium. Untuk keperluan pengajaran (praktikum) dan riset sederhana dengan mikroorganisme kelompok risiko yang pertama (seperti telah disebutkan di atas), cukup menggunakan laboratorium BSL1. Laboratorium diagnostik dan riset yang memerlukan perlengkapan keamanan yang lebih ketat, menggunakan fasilitas BSL2. BSL3 biasanya digunakan untuk keperluan diagnostik dan riset yang lebih khusus dan lebih ketat kaitannya dengan pencegahan infeksi, sedangkan BSL4 diperlukan jika bekerja dengan patogen yang sangat berbahaya dan sangat infeksius. Pada BSL1, kegiatan cukup dilakukan di meja terbuka (open bench) dan tidak memerlukan safety equipment yang khusus. Pada BSL2, sudah mulai digunakan biosafety cabinet yakni salah satu safety equipment untuk menghindari kontaminasi dari infeksi secara aerosol. Pada BSL3 dan 4, biosafety cabinet yang digunakan lebih khusus dan dilengkapi dengan safety equipment lainnya. Menurut WHO, fasilitas laboratorium di BSL2 sebaiknya memenuhi syarat berikut ini: - Desain laboratorium memungkinkan laboratorium mudah dibersihkan - Tersedia wastafel atau tempat untuk mencuci tangan - Permukaan meja (bench) di laboratorium hendaknya tahan air (tidak mudah basah), dan resisten terhadap alkali, asam dan pelarut organik - Tersedia autoclave - Mempunyai penerangan yang cukup - Tersedia ruang penyimpanan yang cukup. PRINSIP KEAMANAN BEKERJA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Prinsip kehati-hatian dan keamanan selama bekerja di laboratorium mikrobiologi harus dipahami dan diterapkan oleh semua pengguna laboratorium (misalnya mahasiswa, laboran, analis atau peneliti). Setiap prosedur yang dilakukan harus memperhatikan standar keamanan dengan tujuan: - Membatasi agar mikroorganisme yang terdapat di spesimen atau di media kultur tetap berada di tempatnya tersebut (yakni di kontainer spesimen atau di media kultur) - Mencegah mikroorganisme yang berada di lingkungan (normalnya terdapat di kulit, rambut, baju laboratorium, meja laboratorium atau di udara) agar tidak masuk atau mengkontaminasi spesimen atau media kultur sehingga tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan atau penelitian. Bekerja di laboratorium mikrobiologi berhubungan dengan mikroorganisme. Sifat-sifat fisiologis mikroorganisme seperti kemampuan tumbuh, reproduksi dan reaksi-reaksi biokimiawinya perlu dipahami sehingga kita bisa memperlakukan mikroorganisme dengan sebaik-baiknya, misalnya dengan mengetahui bagaimana baktei itu bisa ditularkan, maka kita bisa berhati-hati mencegah penularan tersebut. Risiko infeksi bisa terjadi ketika melakukan prosedur teknik di laboratorium mikrobiologi seperti melakukan kultur atau inokulasi bakteri, dari alat-alat atau fasilitas (misal meja pemeriksaan atau bench) di laboratorium, organisme atau spesimen yang diteliti atau diperiksa. Selain itu kecelakaan kerja dapat menimbulkan risiko infeksi misalnya pecahnya petri dish yang mengandung mikroorganisme. Masuknya mikroorganisme ke tubuh bisa melalui microbial aerosol yakni adanya fine droplets atau tetesan air yang berisi sel atau spora dari bakteri yang dilepaskan ke udara (tidak terlihat) dan bisa masuk ke dalam paru-paru. Aerosol bisa terjadi ketika terjadi spill atau tumpahan spesimen atau material yang mengandung mikroorganisme. Selain itu, penyebaran aerosol bisa berasal dari semprotan uap dari mulut botol, pada saat membakar ose, pada saat membuka tutup petri dish atau pada saat terjadi pengocokan mekanik. Jalan lain yakni, akibat tindakan yang tidak hati-hati, mikroorganisme bisa masuk melalui inokulasi di kulit yang terluka atau tergigit binatang percobaan. Beberapa yang bisa menjadi sumber infeksi adalah selain mikroorganisme atau spesimen, binatang percobaan, alat dan fasilitas yang ada di laboratorium seperti media, meja praktikum atau meja pemeriksaan (bench). Oleh karena itu sebagai langkah hati-hati, tidak boleh menyentuh apa pun benda di laboratorium jika tidak perlu atau tidak berhubungan dengan tindakan pemeriksaan yang dilakukan. Prosedur desinfeksi dan sterilisasi harus diterapkan untuk mencegah potensi penularan dari sumber infeksi. Beberapa mikroorganisme yang penting yang mungkin ditularkan di laboratorium mikrobiologi (terutama mikrobiologi klinik) adalah: - Virus : hepatitis B, HIV - Bakteri : Salmonella spp termasuk Salmonella typhi, Brucella spp, Bacillus antracis, Shigella spp, Leptospira spp, Yersinia pestis, Mycobacteria spp - Jamur: Histoplasma spp Beberapa tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi yang mungkin terjadi di laboratorium adalah: - Melakukan sterilisasi secara optimal limbah infeksius sebelum dibuang - Menyediakan ‘receptacle’ atau tempat khusus untuk pecah belah (gelas) yang terkontaminasi - Menyediakan safety hood atau biosafety cabinet - Memeriksa dan membuang jaringan (spesimen pasien) dengan tepat sesuai SOP (standard operating procedure). Ini terutama di laboratorium mikrobiologi klinik (untuk diagnostik) - Secara rutin melakukan cuci tangan dan membersihkan meja pemeriksaan atau meja praktikum (bench) sebelum dan setelah kegiatan yang dilakukan - Memakai sarung tangan - Menyediakan pipet mekanik (jangan menggunakan pipet mulut) - Menjaga pasien dengan infeksi kulit atau saluran napas dari staf laboratorium - Menyediakan tempat pembuangan khusus untuk benda tajam (jarum, spuit injeksi). Teknik Pipetting Jenis pipet bermacam-macam. Pemilihan berdasarkan kemudahan penggunaan dan tipe pekerjaan yang dilakukan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan penggunaan pipet pada spesimen infeksius. - Hati-hati dalam mencampur spesimen, yakni pelan-pelan dalam melakukan suction dan expulsion secara bergantian - Tidak terlalu kuat memencet pipet (untuk mengeluarkan cairan dari dalam pipette) - Meneteskan spesimen (cairan) dari pipet sedekat mungkin dengan media (jaraknya tidak terlalu jauh) - Menyumbat ujung pipet dengan kapas - Meletakkan pipet yang terkontaminasi ke dalam cairan yang mengandung desinfektan yang sesuai Urutan tindakan yang dilakukan ketika terjadi tumpahan material atau spesimen di laboratorium adalah: - Perlindungan personel (orang) - Lokalisasi area kontaminasi - Dekontaminasi personel - Dekontaminasi area yang terkena kontaminasi Prosedur dekontaminasi: - Dekontaminasi kulit: Area yang tekena tumpahan dicuci dengan sabun dan air. Jangan menggunakan deterjen atau material yang bersifat abrasive dan hati-hati jangan sampai merusak kulit. - Dekontaminasi daerah akibat luka potong atau mata: irigasi dengan air secara hati-hati untuk mencegah penularan dari satu area ke area lainnya. - Dekontaminasi pakaian: pakaian yang terkena tumpahan harus diambil secepatnya dan ditaruh di container. Jangan menaruh di tempat lain atau keluar dari area kontaminasi sebelum kontaminasinya dihilangkan. - Dekontaminasi tempat kerja (misal permukaan meja): 1. Genangi dengan desinfekatan 2. Biarkan selama 10 menit 3. Lap dengan kertas atau kain absorbent (bisa menyerap) 4. Gunakan sarung tangan sekali pakai (disposable), kacamata pengaman (safety google), apron 5. Jika menggunakan sikat atau forsep, alat tersebut juga harus didesinfeksi 6. Jika tumpahan darah atau virus, gunakan hipoklorit 10g/L 7. Gunakan activated gluteraldehyde (20g/L) pada permukaan untuk dekontaminasi viral 8. Tempatkan semua material yang potensial terkontaminasi di container yang terpisah sampai kontaminasi telah dibersihkan 9. Akses ditutup sampai kontaminasi benar-benar telah diatasi STERILISASI Sterilisasi sangat penting dalam mikrobiologi. Semua alat (misalnya ose, pipet, tabung reaksi,petri dish, mikroskop, media kultur) dan bahan (misalnya reagen kimia untuk membuat kultur) harus steril atau bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetative maupun spora. Keadaan tidak steril bisa membingungkan hasil pemeriksaan, jika positif ditemukan bakteri, akan sulit diinterpretasi apakah memang bakteri itu berasal dari spesimen pasien atau karena alat dan bahan yang memang sejak awal tidak steril. Untuk menghindari hasil positif palsu tersebut, sterilitas harus diperhatikan selama prosedur analisis mikrobiologis. Sterilisasi adalah proses untuk membunuh semua mikroorganisme hidup,baik bentuk vegetative maupun sporanya. Berbeda dari sterilisasi, desinfeksi hanya membunuh sebagian besar mikroorganisme. Desinfeksi tingkat tinggi akan membunuh semua mikroba status vegetative namun tidak mampu membunuh bakteri berspora yang resisten. Beberapa metode sterilisasi yang dapat dilakukan adalah: 1. Pemanasan Pemanasan dapat dilakukan secara kering dan basah. Secara kering, dapat dilakukan dengan cara: 1) pembakaran (misal ose kawat, pinset) dilakukan pada alat dari logam; 2) oven atau hot air oven. Dilakukan dalam sterilisator udara panas untuk alat-alat dari gelas, bahan minyak dan powder. Bahan dari karet,kain, kapas dan kasa tidak bisa dengan cara ini. Alat yang akan dioven dicuci dulu, dikeringkan lalu dibungkus dengan kertas tahan panas, lalu dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 150-170 derajat celcius selama 90-120 menit. Diantara bahan yang disterilisasi harus terdapat ruang yang cukup agar pergerakan udara tidak terhambat. Pemanasan basah, dilakukan dengan: 1). Merebus : untuk mensterilkan misalnya gunting, pinset,jarum, direbus dalam air mendidih selama 30-60 menit 2) Dengan uap air panas: untuk media yang tidak bisa dengan cara autoklaf. Pemanasan dilakukan pada suhu 100 derajat celcius selama 1 jam. 3) Dengan autoklav (uap air bertekanan): dilakukan pada media dan alat yang tahan terhadap panas tinggi. Pengatur tekanan dalam autoklav dapat diatur untuk mendapatkan panas yang diinginkan. Biasanya dilakukan pada suhu 120 derajat celcius selama 10-70 menit. Pengaturan tekanan harus hati-hati karena perubahan suhu dan tekanan yang mendadak dapat menyebabkan pecahnya alat pecah belah. 4). Pasteurisasi: untuk mensterilkan susu, dengan cara memanaskan pada suhu 61,7 derajat celcius selama 30 menit. 2. Radiasi Dilakukan dengan menggunakan misalnya sinar gamma, ultraviolet, dan sinar X. SInar UV dengan panjang gelombang 260-270 nm mempunyai daya bakterisid yang tinggi. Sinar X mempunyai daya penetrasi lebih besar dibandingkan sinar UV. Sinar gamma mempunyai daya penetrasi lebih besar daripada sinar X sehingga dapat digunakan untuk mensterilkan material yang tebal. 3. Kimiawi Dengan cara menggunakan bahan-bahan kimiawi. Beberapa bahan kimia yang bersifat anti mikroba adalah: 1. Fenol dan derivatnya: mempresipitasikan protein atau merusak selaput sel dengan penurunan tegangan permukaan. Daya antimikroba berkurang pada suasana alkali, suhu rendah dan adanya sabun. 2. Alkohol: mendenaturasi protein, menginaktifkan enzim-enzim bakteri. Etil alcohol (etanol) 50-70% bersifat bakterisid untuk bentuk vegetative. Metanol kurang bresifat bakterisid dibandingkan etanol. 3. Halogen beserta gugusannya, misalnya yodium dan hipoklorit. Cara kerja dengan mengoksidasi protein sehingga merusak membrane dan menginaktifkan enzim. 4. Logam berat dan gugusannya, misal perak nitrat, bekerja dengan cara mempresipitasikan protein dan menginaktifkan enzim mikroba. 5. Deterjen : merusak membrane sitoplasma sel 6. Aldehid, contohnya formalin, bekerja dengan cara mendenaturasi protein. BAHAN KIMIA Di laboratorium juga digunakan bahan-bahan kimia. Setiap orang yang bekerja di laboratorium harus mengetahui sifat-sifat bahan kimia tersebut untuk menghindari risiko kecelakaan yang mungkin terjadi dan mengetahui cara penanggulangannya jika terjadi kecelakaan akibat bahan kimia tersebut. Risiko kecelakaan yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia dapat berupa terjadi luka bakar, terjadi kebakaran, ledakan, trauma kimiawi bahkan kecacatan. Oleh karena itu harus cermat membaca label kemasan bahan kimia sehingga mengetahui dengan benar tentang bagaima cara menyimpan, cara membuat aliquot (menyimpan dalam volume kecil), bagaimana cara menggunakan, bagaimana caa membuang sisanya serta mengetahui efek samping atau risiko jika terkena bahan kimia tersebut beserta penanggulangannya. Bahan kimia yang tergolong dalam B3 (berbau, berbahaya dan beracun) adalah bahan-bahan kimia yang bersifat: 1. Mudah meledak (eksplosif) 2. Pengoksidasi (oxidizer) 3. Mudah terbakar (flammable) 4. Sangat mudah terbakar (highly flammable) 5. Amat sangat beracun (extremely toxic) 6. Sangat beracun (highly toxic) 7. Beracun (moderately toxic) 8. Korosif (corrosive) 9. Menyebabkan iritasi (irritative) 10. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) 11. Karsinogenik (carcinogenic) atau memicu terjadinya kanker 12. Teratogenik (teratogenic) atau menyebabkan terjadinya cacat kongenital 13. Embryotoxic (toksik terhadap embrio, berakibat kematian embrio atau pun cacat/efek teratogenik) 14. Mutageniik (mutagenic) atau menyebabkan terjadinya mutasi gen Beberapa contoh bahan-bahan kimia dan risiko/efek yang bisa ditimbulkan adalah sebagai berikut: 1. Bahan kimia bersifat embriotoksik - Benzene - Chloroform - Formaldehyde - Nitrous oxide - Toluene - Propylene gycol 2. Bahan kimia yang bersifat karsinogenik - Aflatoxin B1 - Dimethylcarbamoyl chloride - Hexamethylphosphoramide 3. Bahan kimia bersifat mengoksidasi (oxidizer) - Peroxide - Nitrat - Nitrit - Chlorate 4. Bahan kimia yang mudah terbakar - Acetone - Diethyl eter - Isopropyl alcohol Dan masih banyak contoh lainnya Beberapa prinsip yang harus diperhatikan ketika bekerja dengan bahan kimia adalah: - Baca label bahan kimia dengan teliti - Hindari kontak langsung dengan bahan kimia - Hindari menghirup langsung uap bahan kimia - Jangan mencicipi atau mencium bahan kimia (kecuali ada indikasi dan ada perintah, serta lakukan dengan aman) - Gunakan bahan kimia seperlunya. Jika tersedia volume besar, misal 500 ml dan Anda hanya perlu 2 ml, buatlah aliquot atau ambillah sedikit volume dan pindahkan ke tabung yang lain (misal ambil 10 ml dari 500 ml tersebut, lalu ambil 2 ml dari yang 10 ml tadi. Jika perlu 2 ml lagi, ambil dari sediaan aliquot tadi). Ini untuk menghindari kontaminasi di tabung dengan volume besar tadi. - Jika memanaskan larutan kimia di dalam tabung reaksi, isi tabung reaksi dengan bahan kimia sebanyak sepertiga isi tabung. Ketika memanaskan, arahkan mulut tabung reaksi pada arah yang aman (jangan mengarah ke muka Anda atau muka orang lain) untuk menghindari bahaya percikan atau kontaminasi (jika ada). ATURAN UMUM Secara umum, hal-hal yang harus diperhatikan demi keselamatan dan keamanan di laboratorium adalah: - Prosedur laboratorium harus dipahami sebelum melakukan kegiatan di laboratorium - Memakai jas laboratorium - Memakai sepatu tertutup, untuk menghindari terkena tumpahan specimen atau bahan kimia, atau pecahan material di laboratorium. Usahakan bahan sepatu yang tidak menyerap (sol sepatu tidak menyerap air) dan alas tidak licin. - Memakai kacamata pengaman (jika ada indikasi) - Tidak makan, minum atau merokok di lingkungan laboratorium - Tidak minum menggunakan gelas (glassware) laboratorium - Meletakkan semua buku dan alat tulis di locker, tidak di meja, kecuali buku petunjuk laboratorium/praktikum - Tidak boleh melakukan sesuatu kegiatan di laboratorium tanpa bimbingan sebelumnya atau tanpa pengawasan - Menutup/mematikan kembali setelah memakai api spiritus, untuk menghindari risiko kebakaran - Menjaga jari, pensil, ose (bacteriological loop) agar selalu jauh dari mulut - Tidak memakai perhiasan - Tidak menggunakan lidah (menjilat) untuk menempelkan label. Gunakan air kran. - Tidak mondar mandir di laboratorium karena dapat: menimbulkan kecelakaan, mengganggu orang lain dan bisa menimbulkan kontaminasi. - Tidak banyak bicara (ngobrol) yang tidak perlu. - Tidak menggunakan handphone ketika sedang melakukan kegiatan di laboratorium - Tidak meletakkan pipet atau alat lainnya yang terkontaminasi di bench (meja) - Tidak meletakkan ose yang telah dipakai di meja. Letakkan ose, selalu di tempatnya - Tidak membuang kultur,gelas, tabung atau gelas objek (slide) yang terkontaminasi ke tempat sampah umum. Harus dibuang di tempat sampah khusus infeksius. - Menggunakan sentrifus, shaker dan semua alat di laboratorium dengan hati-hati, sesuai prosedur - BERTANYA jika tidak tahu tentang suatu prosedur kerja atau cara memakai alat - Vaksinasi, untuk mencegah penyakit misalnya hepatitis B. - Jika terjadi kecelakaan di laboratorium, laporkan kepada pengawas secepatnya agar segera diberi pertolongan. Demikianlah garis besar prinsip keamanan bekerja di laboratorium. Yang terpenting dari semuanya adalah kedisiplinan. Sedetail apa pun aturan dibuat, jika dilanggar maka akan membawa dampak merugikan bagi diri sendiri dan bisa merugikan orang lain. SAFE HABIT WILL SAVE YOUR LIFE !! Daftar Pustaka: Environmental Health and Safety Department. 2011. Laboratory Safety Manual. University of Texas, Austin. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Istitute for Occupational Safety and Health. 2006. School Chemistry Laboratory Guide. Departemen MIkrobiologi FK UGM. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. World Health Organization. 2004. Laboratory Safety Manual. Geneva World Health Organization. 2006. Blood Safety and Clinical Technology; Guidelines on Standard Operating Procedures for Microbiology. http://www.searo.who.int/en/Section10/Section17/Section53/Section482_1789.htm Lampiran: Contoh setting laboratorium BSL1 , Contoh setting laboratorium BSL2 Contoh setting laboratorium BSL3

No comments:

Post a Comment